Gerakan 5S, Budaya Kerja Jepang Yang Coba Dibudayakan Kalangan Industri Indonesia

Jika sampeyan sedang berkunjung ke pabrik atau sekedar lewat kawasan industri, mungkin sampeyan sekilas pernah membaca Slogan 'Budayakan 5 S'. Ini sebenarnya merupakan suatu Gerakan yang berawal dari konsep industri Jepang. Pada tahap awal pembangunan Industri Jepang, untuk menerapkan konsep-konsep yang berujung pada Pengelolaan Mutu Terpadu (Total Quality Management), perusahaan-perusahaan di Jepang mulai memulainya dengan penerapan Gerakan 5S ini secara menyeluruh. Gerakan 5S tersebut diharapkan mampu membentuk sikap kerja yang positif dari semua pihak yang terlibat dalam rantai produksi industri. Baik jajaran manajemen sampai operator, dari supllier dan vendor yang terkait, katakanlah pada sebuah produksi industri otomotif.

Industri di Indonesia pada awal masuknya industri otomotif Jepang ke Indonesia, belum banyak industri yang mengadopsi Gerakan 5S ini menjadi sebuah gerakan yang membentuk sikap kerja yang menyeluruh. Ada yang bilang bahwa Gerakan 5S ini berkembang di kalangan Industri di Indonesia seiring dengan perkembangan Implementasi Toyota Production System. Toyota Production System sendiri mulai diadopsi di perusahaan-perusahaan otomotif terutama vendor Astra Toyota/Daihatsu sekitar tahun 2000'an. Dimana sebelumnya sudah banyak perusahaan yang mulai langkah menata sistem dan budaya kerjanya melalui implementasi dan sertifikasi ISO. Pernah suatu ketika ada HRD sebuah perusahaan yang bertanya pada saya, sebetulnya apa sih benefitnya sertifikasi ISO buat perusahaan, bukankah standarisasi tersebut hanya sebuah akal-akalan 'jualan' modul training dan sertifikasi saja ? Jawaban saya, antara iya dan tidak. Karena memang semua sistem standarisasi dan penataan manajemen kemudian tidak akan berfungsi optimal sesuai dengan maksud pengembangannya jika budaya kerja yang sudah dibentuk (terbentuk) tidak bisa berubah. Jadi biasanya antara perusahaan lokal dengan perusahaan yang ada Jepangnya akan berbeda impact implementasinya.

Kembali ke Gerakan 5S, secara penerapan mungkin saat ini sudah banyak perusahaan yang mencoba menerapkannya. Sehingga kemudian Gerakan 5S (coba) di Indonesia-kan dengan istilah 5R. 5S sendiri adalah merupakan istilah yang diambil dari 5 huruf depan dalam bahasa Jepang yang terdiri atas: Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke. Yang kemudian jika di Indonesia-kan menjadi 5R yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin. Tujuan yang ingin dicapai dalam Gerakan 5S ini sesungguhnya adalah untuk mewujudkan pengelolaan tempat kerja secara efektif melalui standarisasi prosedur-prosedur kerja. Karena melalui penyederhanaan lingkungan kerja, mengurangi sampah serta meminimalisir aktivitas-aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah diharapkan bisa memperbaiki efisiensi mutu dan menjaga keselamatan kerja. Prinsip 'A place for everything and everything its in place', yang diterapkan berkesinambungan baik dalam kehidupan pribadi, dalam keluarga, lingkungan sosial dan tempat kerja akan menjadi sebuah kebiasaan bagi setiap anggota organisasi untuk bekerja dalam lingkungan dan standar kerja yang jelas.

Isi dan Definisi 5S

  • SEIRI
Seiri dalam bahasa Jepang berarti bersih (ringkas), yaitu membuang atau memindahkan barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi dari area kerja/pabrik. Istilah umumnya adalah pemilahan atau penyortiran, yaitu memilah sesuatu sesuai dengan prinsip tertentu. Prinsip dasar dari pemilahan ini adalah membuang segala sesuatu yang tidak diperlukan lagi. Dalam pemilahan ini sendiri yang paling sulit dilakukan adalah menentukan barang-barang mana yang masih diperlukan dan yang tidak diperlukan lagi. Sebagai contoh, tentunya kita sering kesulitan untuk membuang baju-baju lama yang tidak pernah kita pakai lagi karena sayang, sehingga kemudian membiarkannya terus menumpuk di dalam lemari. Padahal di tempat lain masih banyak orang lain yang membutuhkan pakaian untuk sekedar melindungi tubuh mereka dari hawa dingin dan bibit penyakit.

Alat bantu yang dapat kita gunakan dalam melakukan proses pemilahan adalah “DiagramPareto” yang merupakan salah satu bagian dari “7 Perangkat Pengendalian Mutu”(Seven QC Tools). Selain itu terdapat juga suatu metode visual sederhana yang efektif yang bisa digunakan pada saat mengidentifikasi barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi yaitu pemasangan label merah (red tagging). Dimana pada saat proses pemilahan, sebuah label atau tanda pengenal berwarna merah diletakkan pada tiap-tiap barang yang dianggap tidak diperlukan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. Barang-barang tersebut kemudian dipindahkan ke suatu tempat penyimpanan khusus di luar area kerja. Sedangkan barang-barang yang sudah rusak dan tidak bisa digunakan lagi seperti: peralatan yang rusak, jig-jig atau fixture yang kadaluarsa (obsolete), sampah material atau kelebihan material dan sebagainya, harus segera dibuang. Pemilahan juga merupakan sebuah langkah yang sangat bagus untuk membebaskan ruang lantai pabrik yang bernilai sehingga bisa digunakan untuk keperluan lain yang lebih menguntungkan.

  • SEITON

Seiton dalam bahasa Jepang berarti rapi atau tertata, yaitu menyimpan barang-barang pada tempat yang benar dengan tata letak yang sesuai sehingga memudahkan dalam penggunaannya. Penataan di perpustakaan, kawasan tempat parkir, pengaturan barang-barang di gudang atau bahkan penataan meja kerja sekali pun, semuanya membutuhkan keterampilan sehingga dapat membantu kita untuk menemukan segala sesuatu yang kita butuhkan dalam waktu yang relatif singkat. Pada saat melakukan penataan kita dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut sebagai pedoman:

Apa saja yang saya butuhkan untuk melakukan pekerjaan saya?

Dimana harus saya letakkan barang-barang tersebut?

Berapa banyak dari barang-barang tersebut yang benar-benar saya butuhkan?

Strategi untuk suatu penataan yang efektif di antaranya adalah: pembuatan garis area atau lokasi kerja (pengecatan lantai) dan penyediaan rak-rak dan kabinet untuk menempatkan barang-barang yang dibutuhkan (seperti: tempat barang rongsokan, sapu, alat pel, ember, dll). Bayangkan berapa banyak waktu yang terbuang setiap hari hanya untuk mencari sebuah sapu setiap kali kita ingin membersihkan area kerja? Sapu tersebut seharusnya diletakkan pada lokasi khusus dimana setiap karyawan dapat menemukannya dengan mudah.

Sesuai dengan sebuah ungkapan: “Sebuah tempat untuk semuanya dan semua berada pada tempatnya”.

  • SEISO

Seiso dalam bahasa Jepang berarti bersih atau rajin, yaitu membersihkan barang-barang atau membuang kotoran dan benda-benda asing. Dalam proses ini barang-barang yang dalam keadaan bersih juga tetap diperiksa, oleh karena itu pembersihan disini juga dapat berarti pemeriksaan. Terutama sekali yang perlu diperhatikan dalam proses pembersihan adalah kebersihan dari tempat kerja. Setiap hari sebelum meninggalkan lokasi kerja, para pekerja harus membersihkan mesin-mesin dari potongan-potongan logam/sampah. Jika diperlukan, tempat pencucian harus disediakan untuk memudahkan proses pembersihan mesin atau peralatan-peralatan. Selain itu dianjurkan untuk menyediakan tempat/wadah bagi potongan-potongan logam dan kotoran yang berasal dari proses produksi termasuk wadah khusus untuk sisa-sisa produk dan material yang masih bisa diolah atau dimanfaatkan kembali. Kegiatan pembersihan setiap hari diperlukan dalam rangka membudayakan sikap bersih ini. Selanjutnya para pekerja akan merasa bangga dengan area kerja yang bersih dan bebas dari kesemrawutan. Langkah pembersihan tersebut juga akan membantu menciptakan rasa memiliki terhadap peralatan dan fasilitas kerja. Proses pembersihan hendaknya tidak hanya dilakukan di ruang kerja saja, tetapi juga di sekitar lingkungan perusahaan seperti pagar, pintu gerbang, selokan, taman dan rumput. Kegiatan yang terakhir ini bisa dilakukan oleh petugas-petugas khusus yang bukan termasuk pekerja produksi. Kebersihan lingkungan ini akan dapat membuat hubungan antara perusahaan dan masyarakat di sekitarnya terbina dengan baik.

  • SEIKETSU
Seiketsu dalam bahasa Jepang berarti teratur atau mantap, yaitu secara terus menerus dan berulang-ulang melakukan kegiatan pemilahan, penataan dan pembersihan. Pada tahap pemantapan ini akan terbentuk pribadi yang efisien dan tertib. Alat yang sering digunakan dalam proses pemantapan ini adalah penggunaan kode warna dan visual. Seperti diketahui, kebanyakan petugas-petugas bengkel industri menggunakan seragam berwarna tua untuk memanipulasi secara visual kotoran yang menempel pada seragam mereka, hal ini sebenarnya berlawanan dengan prinsip 5S yang mengutamakan kebersihan. Oleh karena itu sebagian besar industri-industri maju di Jepang mulai menggunakan seragam kerja berwarna putih atau cerah seperti halnya seragam yang digunakan oleh para pekerja di bagian yang mempunyai perhatian tinggi terhadap kebersihan seperti petugas medis dan laboratorium, yang menggunakan seragam berwarna putih atau cerah untuk memudahkan terlihatnya kotoran agar dapat lebih cepat ditemukan dan dilakukan tindakan perbaikan.

Selain itu untuk menjaga agar proses Seiri, Seiton dan Seiso berjalan dengan teratur maka kita juga harus membuat standarisasi praktek-prakteknya di area kerja. Untuk keperluan ini biarkan para pekerja berpartisipasi secara langsung dalam pembuatan standar-standar tersebut karena mereka adalah sumber informasi yang sangat berharga walaupun sering dilupakan. Standarisasi yang dibuat akan memudahkan para pekerja dalam melaksanakan kegiatannya secara benar dan teratur.

  • SHITSUKE
Shitsuke dalam bahasa Jepang berarti disiplin atau pembiasaan, yaitu menanamkan kesadaran dan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan benar. Tujuannya adalah untuk mengajarkan apa yang harus dilakukan secara benar sehingga kebiasaan lama yang buruk bisa hilang dan digantikan oleh kebiasaan yang baik. Pembiasaan atau disiplin ini dapat mengubah pola perilaku seseorang, karena itulah disiplin merupakan bagian yang penting dalam Gerakan 5S. Dalam kegiatan pembiasaan setiap karyawan dituntut untuk selalu mematuhi prosedur operasi, prosedur darurat dan prosedur-prosedur lainnya. Selain itu mereka juga diharapkan berpartisipasi aktif dalam Gerakan 5S dengan cara memberikan masukan kepada pimpinan atau mengingatkan rekan-rekan kerja mereka yang tidak hati-hati dalam bekerja.


Secara ideal, budaya Jepang dengan Gerakan 5S-nya adalah merupakan suatu hal yang baik, jika semua dijalankan dengan sepenuhnya. Hanya saja...seringkali bagi para pekerja Indonesia (terutama yang dipabrik Jepang, dengan didikan disiplin Jepang), penerapan 5S dirasakan hanya merupakan sebuah kewajiban untuk diterapkan. Bukan merupakan budaya, sikap dan perilaku yang kemudian juga diimplementasikan dalam keseharian. 
Ya...tidak semuanya begitu sih, karena tetap akan ada orang-orang yang kemudian memang menerapkan budaya kerja Jepang ini sehingga ketika mereka sudah resign dan pindah kerja-pun kemudian budaya kerja ini masih dibawa dan diterapkan di tempat kerja baru-nya.

Tidak semuanya demikian, tapi tidak demikian juga semuanya...tergantung oknum-nya
Post Navi

Post a Comment

0 Comments

Close Menu