Konversi Kompor Gas ke Kompor Listrik Yang Anti Mledug, Sesungguhnya Mana Yang Lebih Hemat ?


Baru-baru ini sedang banyak diperbincangkan soal tarik menarik Subsidi. Yang sudah dan baru saja diberlakukan adalah pengurangan Subsidi untuk BBM jenis Pertalite dan kawan-kawannya yang didasari hasil survey yang katanya disinyalir bahwa subsidi BBM itu selama ini tidak tepat sasaran. Katanya, banyak masyarakat yang sebenarnya mampu untuk beli BBM non subsidi malah kemudian ikut menggantri dan menggunakan BBM subsidi (jenis Pertalite dan Solar).

Dan sepertinya banyak kemudian yang tidak menyadari bahwa ternyata LPG 5,5kg dan 12kg itu sudah naik lebih dulu dari bulan Juli 2022. Untuk Gas Melon (3kg) yang ditabungnya di cap tulisan 'Hanya Untuk Masyarakat Miskin' yang masih bertahan di harga Rp 20-ribuan per tabungnya.


Nah, terkait dengan subsidi yang akan (sudah) dikurangi, pemerintah melalui Kementrian ESDM dan Kementrian BUMN menggaungkan (lagi) wacana untuk menarik tabung gas Melon 3 kg lalu akan diganti dengan pembagian kompor listrik. Ide mensosialisasikan penggunaan kompor listrik ini sebetulnya dulu pernah dilontarkan Menteri ESDM saat itu, pak Ignatius Jonan. Saat itu pak Jonan menyebutkan bahwa penggunaan kompor listrik jauh lebih hemat dibandingkan dengan penggunaan kompor gas. Menurut perhitungan beliau ketika itu, perbandingan biaya pemakaian listrik sekitar 50%-60% dibanding kompor gas.
Ide tersebut kemudian kembali digencarkan melalui PLN dengan melakukan uji klinis konversi kompor listrik. Untuk menunjang uji klinis tersebut, PLN akan membagikan Kompor Listrik kepada 300.000 Keluarga Penerima Manfaat di tahun 2022 ini. Targetnya sampai tahun 2025, penerima manfaat kompor ini bisa mencapai 15,3 KPM.
Sementara program uji klinis ini sedang mulai dilakukan, banyak pengamat yang berpendapat bahwa kebijakan ini tidak tepat sasaran. Kenapa Rakyat Miskin (Keluarga Penerima Manfaat) yang listrik di rumahnya berdaya 450VA (450 Watt) atau paling banter hanya 900VA, yang menjadi kelinci percobaan. Kenapa tidak PNS saja (atau malah sekalian anggota Dewan yang terhormat) atau mungkin lebih tepatnya PNS yang tinggal di rumah dinas yang biaya beban listriknya masih ditanggung (diganti oleh) negara. Dari sekian puluh juta Rakyat Miskin bukankah akan lebih banyak jumlah PNS di seluruh Indonesia yang bisa langsung 'diinstruksikan' dan diwajibkan untuk menggunakan kompor listrik, sehingga pengujian akan lebih optimal.

Tapi ya sudahlah ya...terserah pemerintah saja yang memikirkan kebijakan mana yang lebih bijak. Dalam artikel ini saya hanya ingin mencoba berbagi sedikit pengenalan tentang kompor listrik (kompor induksi), perbandingan secara data dan perkiraan kekurangan serta kelebihan dari si kompor listrik ini dibandingkan dengan kompor gas. Oh iya, saya mengambil bahan artikel ini menurut review dari Channel Jagat Review...belum melakukan pengujian sendiri karena saya belum punya unit kompor listriknya.
Oke mari kita mulai saja cerita perbandingannya...

Apa itu Kompor Listrik ?

Jika kita berbicara mengenai kompor listrik, atau kompor yang bisa digunakan memasak dengan menggunakan listrik, sebenarnya ada 2 jenis. Kompor Listrik yang menggunakan Elemen Pemanas yang akan memanaskan alat masak (seperti, magic jar untuk memasak nasi) dan Kompor Induksi yang menggunakan electromagnet untuk menginduksi alat masak sehingga menjadi panas dan bisa digunakan untuk memasak.
Kompor Listrik Elemen Pemanas

Nah, yang akan kita bahas terkait pembagian Kompor gratis ini adalah Kompor Induksi, yang secara sistem kerja dan daya listrik yang diperlukan untuk proses berbeda dengan Kompor Listrik dengan elemen pemanas.
Kompor Listrik (Induksi)
Kompor (Listrik) Induksi adalah kompor yang beroperasi menggunakan listrik dengan menubah energi listrik menjadi energi panas melalui sitem induksi medan magnet yang membuat dasar panci (alat masak) menjadi panas. Dari situlah maka kompor induksi ini tidak akan memunculkan nyala api, sehingga di klaim sangat aman dari resiko terjadinya kebakaran akibat api dari kompor.

Cara Kerja Kompor Induksi

Prinsip utama dari kompor induksi adalah Induksi medan magnet akan membuat peralatan masak (panci) menjadi panas. Permukaan kompor Induksi ini terbuat dari kaca tahan panas yang datar, sehingga tidak bisa menggunakan Wajan (penggorengan) biasa untuk memasak.

Dibawah permukaan datar (kaca tahan panas) terdapat Gulungan Kawat Tembaga yang berfungsi sebagai pengubah energi listrik menjadi medan magnet.

Sumber energi dari arus listrik yang bolak-balik melewati gulungan coil tersebut kemudian akan menjadi medan magnet yang terisolasi dan menghasilkan Arus Eddy. Arus Eddy adalah salah satu fenomena yang terjadi karena induksi magnet. Arus Eddy ini dapat terjadi jika ada pemotongan medan magnet oleh peghantar (konduktor) yang digerak-gerakkan di sekitar medan magnet.

Penjelasan secara detail mengenai Arus Eddy, mungkin nanti akan saya buatkan artikel tersendiri...setelah saya berhasil mengumpulkan data-data teoritis dan analitis secara keilmuan ya. Agar saya gak cuma asal tulis artikel yang saya belum paham data-data keilmuannya.

Kembali ke Kompor Induksi, Bahasa sederhananya, kompor induksi ini adalah kompor yang memanaskan peralatan yang diletakkan diatasnya melalui induksi magnetik langsung. Panas yang dialirkan pada alat masak tersebut yang kemudian akan 'memasak' bahan makanan yang ada didalam alat masak. Jadi misalnya seperti merebus air tapi tanpa api, karena permukaan kompor sama sekali tidak terlihat nyala api dan kompor tidak akan panas sehingga aman jika tersentuh atau tersenggol.

Apakah Kompor (Listrik) Induksi Lebih Hemat daripada Kompor Gas ?

Sepertti yang sudah saya tuliskan diatas, artikel ini saya buat berdasarkan Review dari Channel Jagat Review yang melakukan pengetesan terhadap Kompor Induksi MITO In 100. Kompor Induksi MITO ini diklaim sebagai Kompor Induksi yang tipis dan praktis. Terdapat Knob pengaturan Level untuk menghasilkan suhu, percobaannya dengan memanaskan air ya. Dengan Daya Maksimal sampai 1000 Watt (kurang, karena sampai Level yang paling maksimal hanya 920 Watt), air yang dimasak bisa mencapai suhu maksimum 98 derajat Celcius dalam waktu 4,48 menit. Artinya tidak sampai mendidih...blubug-blubug seperti kalo masak pakai kompor gas. 
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat masak berbahan keramik dilapis aluminium pada bagian bawahnya. Air yang dipanaskan sebanyak 500ml, dengan dilakukan pengukuran suhu serta waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan air tersebut. Hasil pengujiannya terlihat pada tabel berikut ini

Perhitungan biaya pemakaian listrik di tabel tersebut didasarkan pada Tarif Listrik per Juni 2022. Dimana untuk daya 450VA, tarif listrik per KWh-nya sekitar Rp 162 (subsidi); untuk daya 900VA, tarif listrik per KWh-nya Rp 1.352; dan untuk daya 1.300VA, tarif listrik per KWh-nya kurang lebih Rp.1.444,70.

Artinya untuk memasak 1 jam (60 menit) dibutuhkan biaya Rp 1.329 atau sekitar Rp 1.400,-. Misalnya sehari memasak 4 x dengan durasi masing-masing 1 jam, biaya memasak yang diperlukan sekitar Rp 5.600,-....tapi masak apa ya yang bisa sampai ber-jam-jam...hehehehe. Jadi jika dikonversi harga gas melon Rp 22.000,- per 3kg yang rata-rata habis dlm waktu 2 - 3hari, dengan Kompor Induksi Rp 22.000,- bisa untuk memasak 4 hari, kurang lebih.
Sebenarnya untuk perbandingan antara Kompor Induksi dan Kompor Gas, agak sulit memperbandingkannya. Karena kembali lagi akan tergantung pada bahan apa yang dimasak dan seberapa banyak. Jika sampeyan penasaran ingin mencoba membandingkan, sampeyan bisa mencoba memasak air dengan volume yang sama secara bersamaan antara Kompor Induksi dan Kompor Gas. Hasilnya sebetulnya ya gak selisih jauh, paling hanya selisih waktu sekitar 1 atau 2 menit. Masalahnya untuk mengukur berapa banyak gas LPG yang digunakan untuk memasak dalam waktu 5 - 7 menit, itu yang jadi masalah.
Anggap secara rata-rata untuk tabung gas 3kg itu habis sekitar 2 - 3 hari pemakaian, cuma memang belum tahu berapa jam waktu memasak rata-ratanya, seharga Rp 24.000,- per tabung. Nah , menurut sampeyan mana yang lebih efektif dan hemat ?

Bagaimana Dengan Listrik-nya ?

Pertanyaan yang seringkali muncul di benak masyarakat umum (termasuk saya) adalah begini...Kompor Induksi itu kan membutuhkan daya listrik (sesuai spesifikasi Kompor Induksi di pasaran) minimal 1000Watt (1000VA). Bagaimana dengan wacana ujicoba Kompor Induksi bisa dilakukan untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang rata-rata masih menggunakan Listrik PLN berdaya 450VA untuk rumahnya. Secara logika rasional ya gak akan bisa...apakah kemudian mereka harus mematikan seluruh lampu hanya untuk masak air biar mateng ?
Informasi yang saya temukan dari PLN menyebutkan bahwa (masih belum valid ya) nantinya akan dilakukan penambahan daya sebesar 2.200VA dengan dibuatkan jalur khusus (meteran khusus) untuk colokan kompor listrik ini. Lalu bagaimana tarifnya ? Katanya...ini masih katanya lho ya...karena regulasi terkait dengan program ini belum ada maka untuk masyarakat berdaya listrik 450VA dan 900VA, tarif meteran untuk Kompor Induksi yang diterapkan akan berlaku masih sama dengan Tarif Dasar Listrik-nya. Alias masih pakai tarif Rp 162 (+subsidi) untuk 450VA dan Rp 1.352 untuk 900VA.
Masih banyak yang perlu dipersiapkan dan dilakukan sebelum pelaksanaan meng-Kompori masyarakat dengan Kompor Induksi.

Bukan ingin berpikir skeptis lho ya...hanya saja memang seringkali di Indonesia itu, seringnya memaksakan sebuah kebijakan tertentu tanpa mempersiapkan dulu infrastruktur yang mendukungnya. Belum lagi soal sosialisasi yang masih sepotong-sepotong sehingga orang-orang sudah gaduh dulu

Sing penting yakin....gitu katanya..he..he..he. Walaupun ya sesungguhnya kita semua belum siap untuk implementasinya.
Itu menurut saya....bagaimana menurut sampeyan ?
Penasaran ingin mencoba Kompor Induksi....yuk cuss beli dulu Kompor dan Alat Masaknya...
Post Navi

Post a Comment

0 Comments

Close Menu