Goa Lawah, Sepenggal Cerita Tentang Jejak Mpu Kuturan dan Perjalanan Spiritual Kebo Iwa

Sudah baca artikel saya tentang Mpu Kuturan dari Majapahit dan datang ke Bali kemudian meletakkan pondasi awal kepercayaan Hindu Bali ? Kalo belum, sampeyan bisa baca di artikel 'Sekilas Mengenal Hindu Bali'. Artikel kali ini adalah tentang Goa Lawah (Goa Kelelawar) yang ternyata masih ada hubungannya dengan kisah Mpu Kuturan.

Goa Lawah, atau tepatnya Pura Goa Lawah merupakan pura yang tepat menghadap Laut di Kusamba di sisi selatan Klungkung. Terletak di Desa Pasinggahan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, yang berjarak sekitar 40 km dari ibukota Bali, Denpasar. Dalam beberapa kisah diceritakan Goa Lawah ini merupakan tempat perjalanan spiritual Kebo Iwa (Panglima Perang Kerajaan Bedahulu, yang menghalangi invasi Majapahit ke Pulau Bali), sebelum beliau menyeberang ke Nusa Penida.
Ketika terjadi masa pendudukan Belanda, di sejarah intervensi Belanda ke Bali tahun 1849, Pura ini menjadi titik fokus Perang Kusamba. Dimana dalam perang itu pasukan KNIL Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Andreas Victor Michiels sedangkan rakyat Bali, Kerajaan Klungkung waktu itu dipimpin oleh Dewa Agung Istri Kanya. Mayor Jendral Andreas V. Michiels terbunuh dan intervensi Belanda menaklukan Kerajaan Klungkung kala itu gagal.

Sejarah dan Mitology

Goa Lawah secara etimologi berarti Goa/Gua (lubang) dan Lawah yang berarti kelelawar dalam bahasa Bali. Jadi Goa Lawah ini artinya 'goa yang dihuni oleh kelelawar'. Menurut beberapa catatan sejarah, antara lain Lontar Usana Bali dan Lontar Babad Pasek, Pura Goa Lawah didirikan sekitar abad 11 Masehi atau pada tahun 929 Saka / 1007 Masehi atas prakarsa Mpu Kuturan. Ada cerita yang berkembang bahwa sebenarnya Pura ini sudah berdiri sebelum itu dan kemudian Mpu Kuturan-lah yang merenovasi dan melakukan perluasan kompleks pada abad ke-14 Masehi.

Dalam Lontar Padma Buwana disebutkan bahwa Pura Goa Lawah merupakan salah satu kahyangan jagad/sad kahyangan sebagai Stana Dewa Maheswara (salah satu dari Dewata Nawa Sanga) dan Sanghyang Basukih. Menurut Lontar Prekempa Gunung Agung, Pura Goa Lawah ini merepresentasikan kepala dari Naga Basukih, sedangkan ekor sang Naga direpresentasikan oleh Goa Raja di Komplek Pura Besakih. Menurut kepercayaan lokal, dahulu ada terowongan sepanjang 30 km dari Goa Raja yang bisa tembus sampai Goa Lawah, namun karena adanya gempa bumi tahun 1917, lorong tersebut runtuh.

Ada cerita lain yang mengisahkan perjalanan spiritual Kebo Iwa ketika belajar ilmu kanuragan. Kebo Iwa melakukan semedi di Goa Garba dan kemudian muncul keluar di Goa Lawah yang selanjutnya melanjutkan perjalanan pencariannya dengan menyeberang ke Nusa Penida. Sebelum kemudian Kebo Iwa menjadi Panglima Perang Kerajaan Bedahulu yang menyulitkan Gajahmada dalam ambisinya menaklukan Bali dan menyatukan Nusantara.


Pada Masa Kerajaan Gelgel (setelah Bali ditaklukan Majapahit), dalam Lontar Dwijendra Tatwa dikisahkan tentang perjalanan Danghyang Nirartha yang dikenal juga dengan gelar Pedanda Sakti Wawu Rawuh dari Gelgel menuju Kusamba. Ketika sampai di Kusamba, Danghyang Nirartha justru tidak berhenti hingga sampai di Goa Lawah. Sang pendeta masuk ke tengah goa, melihat kelelawar dalam goa yang jumlahnya ribuan. Di atas Goa tersebut ada perbukitan dimana bunga-bunga tampak bersinar dan jauh berserakan serta memandang pulau Nusa Penida yang tampak indah. Lalu dibangunlah padmasana  yang merupakan tempat Stana para Dewa.

Jika kita melihat lebih jauh ke belakang yakni pada jaman Megalitikum, masyarakat Bali masih kental dengan penghormatan terhadap kekuatan gunung sebagai kekuatan alam yang menyatu dengan arwah nenek moyang. Selain itu masyarakat Bali juga menghormati kekuatan laut, disamping kekuatan-kekuatan alam lainnya, seperti batu besar, goa, campuhan, kelebutan dan lainnya. Tidaklah mengherankan jika pemujaan agama Hindu Bali masih terpengaruh konsep pemujaan terhadap kekuatan segara-gunung yang merupakan dresta tua.

Satu hal yang kemudian patut dicatat, Nyegara-Gunung yang digelar di Pura Goa Lawah mengandung makna terima kasih ke hadapan Sang Hyang Widhi dalam manifestasi Girinatha (pelindung gunung) dan Baruna sebagai penguasa laut. Atas dasar konsep inilah maka umat Hindu Bali memuliakan gunung dan laut sebagai sumber penghidupan. Ini bukan berarti bahwa umat Hindu Bali itu menyembah gunung dan laut lho ya...umat Hindu Bali itu memuja Sang Hyang Widhi yang termanifestasikan dalam fungsinya sebagai pelindung gunung dan penguasa laut.

Jarak Tempuh dan Waktu

Untuk mencapai Pura Goa Lawah, jika sampeyan berangkat dari Kuta Bali, sampeyan akan menempuh jarak sekitar 55 km dengan perkiraan waktu tempuh normal sekitar 1 jam 25 menit.
Jika sampeyan berangkat dari Garuda Wisnu Kencana, jarak yang ditempuh sama sekitar 55 km dengan waktu tempuh yang kurang lebih sama 1,5 jam perjalanan.
Apabila sampeyan berangkat dari Kintamani, untuk menuju Goa Lawah akan menempuh jarak sekitar 47 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 20 menit.
Seandainya sampeyan berangkat dari Pura Tanah Lot, jarak yang akan ditempuh sekitar 51 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 40 menit.
Yang terdekat adalah jika sampeyan berangkat dari dekat Bali Zoo, perjalanan yang akan sampeyan tempuh kurang lebih 28 km dengan perkiraan waktu tempuh 1 jam.


Oh iya satu informasi dari pengurus Pura, setelah pemeluk Hindu Bali melakukan prosesi upacara Ngaben, maka rangkaian persembahyangannya dimulai dari Goa Lawah dulu. Setelah itu mereka baru melakukan sembahyang di Pura Besakih, sebagai wujud syukur atas terlaksannya upacara tersebut.

Selamat Berwisata..
Post Navi

Post a Comment

0 Comments

Close Menu