Cara Bertahan Hidup Generasi Instan: Sebuah Paradox Memasak Mie Instan

Ada sebuah paradigma yang apabila tidak dipahami secara komplit, maka akan muncul kesalahpahaman yang membuat proses memasak mie instan jadi sebuah paradox.
Mie Instan (apapun mereknya), sering di anggap sebagai makanan yang tidak sehat karena disinyalir mengandung bahan pengawet yang banyak, baik pada mie-nya ataupun pada bumbunya.

Pemahaman yang beredar di masyarakat adalah bila memasak mie instan (sebaiknya) setelah mie-nya matang maka kuah masaknya harus dibuang, diganti dengan air hangat (panas) yang baru dari termos. Cara tersebut dilakukan karena air rebusan mie instan (dianggap) mengandung pengawet dan bahan-bahan yang berbahaya untuk kesehatan.
Nah dari hasil obrolan dengan seorang ahli gizi sebuah Rumah Sakit di Semarang, hal tersebut justru akan membuang gizi yang terkandung dalam sebungkus mie instan. Lalu bagaimana dengan kuah (hasil rebusan mie) yang berwarna kuning kental dan berbuih seperti ada lapisan lilin ?
Apa saja gizi yang terkandung dalam sebungkus mie instan ? Dalam sebungkus mie instan (menurut Nilai Kandungan Gizi yang tertera dalam kemasan) tertulis mengandung Vitamin A,Vitamin B12, Vitamin B1, Vitamin C, Vitamin B6, Pantotenat, Kalsium, Niasin, Asam folat, Zat besi, selain Karbohidrat, Serat makanan, Protein dll (bisa dilihat sendiri di bungkus Mie Instan ya...karena setiap mie instan akan berbeda-beda nilai kandungan gizi).

Lalu apakah mie instan memang benar-benar bergizi ? Mie Instan adalah salah satu makanan pengganti nasi, itu yang pasti, walau kalau di Indonesia seringkali mie instan dipakai untuk lauk dan masih ditambah nasi (ini pakem yang dianut para pemuja Mie Instan golongan sesat..he..he..he). Nah, masalahnya adalah jika mie instan diberdayakan sebagai lauk...itu adalah hal yang salah karena akan melipatkan asupan Karbohidrat yang diterima tubuh. Karena saya bukan orang kesehatan, maka yang bisa saya simpulkan adalah kalau Karbohidrat terlalu banyak yang masuk ke tubuh saya, biasanya saya jadi ngantuk....itu saja yang saya tahu dan rasakan.
Dari kenyataan yang saya alami, maka saya cuma bisa menyimpulkan bahwa seandainya saya mengkonsumsi mie instan, sebagai pengganti nasi, maka saya harus tetap menambahkan lauk seperti telur, ayam suwir dan sayuran agar bisa menikmati mie instan sebagai sebuah sajian makanan yang lengkap.



Terus bagaimana cara memasak mie instan yang benar ? Dalam bungkus mie instan sudah dicantumkan SOP (Standar Operational Prosedure) pembuatan mie instan....baca dengan seksama dan terapkan. Kenapa ? Sebuah SOP ditulis berdasarkan praktek pengujian dan analisa yang panjang dan berliku, sehingga apa yang sudah distandarkan ya demikianlah yang semestinya dilakukan....ojo ngeyel. Kalau sebuah standar tidak dilakukan dengan dengan semestinya ya hasilnya tidak akan pernah maksimal. Itu penjelasan logisnya.
Terus bagaimana mengenai rumor lapisan lilin dan pewarna (warna kuning) yang katanya terkandung pada mie kering ? Dalam proses produksinya, mie instan dibuat dengan prosedur produksi modern (menggunakan mesin) dimana pencampuran bahan-bahannya (tepung terigu dan lain-lain) di mix dalam sebuah mixer besar dengan komposisi dan takaran yang sudah melalui tahap penelitian di laboratorium pabrik mie sehingga di hasilkan produk mie instan sesuai standar. Setelah itu campuran bahan mie akan di roll dan dicetak (lagi-lagi menggunakan mesin) lalu akan melewati proses pengeringan untuk mengurangi kadar air dalam mie instan tersebut (rata-rata kadar air yang tersisa sekitar 5% - 13%). Nah, kondisi inilah (mie yang dikeringkan) yang membuat mie instan tahan dalam waktu yang 'agak' lama dibanding dengan mie basah. Biasanya daya tahan produk mie (yang dinyatakan dalam expired date, masa kedaluwarsa) rata-rata sekitar 8 bulan setelah masa produksi, yang kemudian didukung dengan proses pengemasan (kedap udara) yang mencegah produk mie terkontaminasi dari masalah yang sering ditimbulkan oleh hewan atau serangga (semut dan lalat)..

Tentang kandungan MSG dan bahan pengawet (bahan pengawet makanan sesuai standar kesehatan dunia) yang terkandung dalam bumbu-bumbu pelengkap, bisa diminimalisir dengan cara tidak mengganti bumbu pabrikan dengan bumbu bikinan sendiri, sekali lagi ini akan menjadi sebuah keribetan tersendiri karena sampeyan menolak mematuhi SOP pada bungkus mie. Pilihannya ya terserah sampeyan.

Kalo menurut saya (yang bukan penggemar fanatik mie instan), mie instan sangat berjasa besar disaat kantong saya tipis, hanya dengan modal Rp 2500 - 3000 kalo dimasak sendiri atau Rp 5000 kalo saya jajan di warkop kuningan (hanya mie dan sayura tanpa telur), saya bisa mengganjal lapar dan memenuhi kebutuhan asupan gizi (untuk sekali makan). Apalagi kalo anak kost....tentu membantu banget saat transferan dari orang tua belum mendarat di rekening.

Nah karena hidup itu terkandung banyak pilihan, silahkan sampeyan memilih dan memilah agar sampeyan bisa bertahan hidup (dengan atau tanpa konsumsi mie instan) dan berguna bagi nusa bangsa.
Monggo berusaha hidup dengan tidak banyak protes, hidup dengan tertib sesuai standar baku yang sudah ditetapkan. dan bersyukur...setidaknya sampeyan tidak hidup di daerah bencana yang seringkali hanya mendapat supply bantuan mie instan.
Post Navi

Post a Comment

0 Comments

Close Menu