Lawang Sewu, secara etimologi berasal dari bahasa Jawa yang artinya 'Seribu Pintu' dalam bahasa Indonesia. Masyarakat sekitar, dulu menyebut demikian karena mengacu pada bangunan fisik yang memiliki banyak pintu dan jendela. Lalu apakah Lawang Sewu betul-betul memiliki 1000 pintu ? Entahlah...saya sendiri saat berkunjung ke gedung ini tidak punya waktu banyak untuk menghitung berapa pintu yang ada di bangunan ini. Konon sih bangunan ini sebetulnya 'hanya' memiliki 429 pintu.
Sejarah
Bangunan Lawang Sewu ini dirancang oleh seorah Belanda bernama Cosman Citroen, dari firma arsitektur milik J.F Klinkhamer dan B.J Ouendag. Dibangun pada lahan seluas 14.216 m2, Lawang Sewu memulai konstruksi pembangunannya pada tahun 1904 dengan bangunan A, yang selesai pada 1907. Sisa kompleks lainnya diselesaikan pada tahun 1919. Bangunan ini awalnya diperuntukkan sebagai kantor administrasi Nederlandsch-Indische Spoorweg Maastscappij, yaitu perusahaan kereta api pertama di Hindia Belanda.
Walaupun pada prakteknya ada beberapa tempat seperti loteng lantai tiga dan ruang bawah tanah gedung B yang diubah menjadi penjara paling kejam bagi orang-orang Belanda. Bahkan, konon digunakan juga sebagai lokasi ekseskusi orang-orang Belanda di ruang bawah tanah tersebut pada waktu itu. Makanya sempat beredar cerita seram dan berbau mistis sampai-sampai sebuah stasiun TV Swasta pernah memanfaatkan Lawang Sewu sebagai lokasi Uji Nyali di tahun 2013.
Ruangan Bawah Tanah Lawang Sewu |
Ketika Jepang kalah perang dan Belanda melakukan Agresi militernya di Indonesia, Lawang Sewu juga menjadi saksi bisu pertempuran 5 hari di Semarang pada Oktober 1945. Saat Pasukan Belanda ingin memanfaatkan terowongan di Gedung A untuk menyelinap ke kota Semarang, terjadilah pertempuran hebat. Hal ini mengakibatkan 5 orang Karyawan DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia) tewas demi mempertahankan gedung Lawang Sewu ini. Setelah pertempuran tersebut, DKARI terpaksa memindahkan kegiatan perkantorannya ke bekas kantor de Zustermaatschappijen, karena gedung ini diambil alih dan dijadikan markas militer oleh Belanda.
Setelah pngakuan kedaulatan RI, tentara Indonesia mengambil alih kompleks ini dan menjadikan komplek ini sebagai markas Kodam IV Diponegoro. Pada tahun 1994, komplek ini diserahkan kembali ke perusahaan kereta api nasional (Perumka).
Tahun 2009 kompleks Lawang Sewu dalam keadaan tak terawat, bobrok karena setelah dikembalikan ke Perumka (saat ini PT. KAI), komplek gedung ini terbengkalai dan tidak pernah digunakan. Sehingga dinding putihnya memudar dan dihitamkan oleh polusi dan penelantaraan. Dinding - dinding retak dan kertas dinding-nya terkelupas jatuh ke lantai. Jamur dan Gulma tumbuh di sebagian besar bangunan, lengkap dengan tikus-tikus yang berkeliaran sebagai penghuni utamanya.
Bangunan-Bangunan di Komplek Lawang Sewu
Sesuai dengan rancangan saat pembangunannya oleh Belanda, Komplek Lawang Sewu dengan Luas Lahan 14.216 m2, memiliki beberapa bangunan antara lain :
- Gedung A
Hampir semua ruang mempunyai pintu pada keempat dinding pembatasnya dan pintu-pintu yang menghadap ke selasar luar mempunyai irama yang teratur.
Selasar luar bangunan dibatasi oleh colonnade dengan busur tembereng yang dibentuk oleh konstruksi rollag bata. Pedestal kolom dan sambungan antara kolom dengan busur diperkuat dengan batu alam (granit bakar). Pagar langkan pada selasar disusun dari bata.
Lantai ruang kantor dan selasar dilapis dengan ubin berukuran 16x16 m2 dan ditata seperti permadani.
Lantai atas tipikal dengan lantai bawah. Hal yang istimewa terlihat pada lantai ketika belum diterapkan konstruksi beton bertulang. Konstruksi lantai terbentuk rollag lengkung dan pada jarak setiap 2,00 meter ditopang oleh profil baja melintang.
Bagian tengah tempat pintu masuk utama dirancang sangat khusus, baik detil maupun bahan. Pintu masuk utama dilindungi oleh kanopi dan ditopang oleh konstruksi tiga busur. Atapnya merupakan balkon luas yang terhubung langsung dengan bangsal utama. Vestibula pada lantai dasar dirancang sangat menarik dengan pintu kaca patri, lantai dan dinding marmer. Ruang tersebut merupakan pengantar ke ruang di dalamnya tempat tangga utama berada, dengan hamparan jendela besar berkaca patri dari J. L. Schouten di Delft.
Jendela Berkaca Patri |
- Gedung B
- Gedung C
- Gedung D
- Gedung E
- Rumah Pompa
Lawang Sewu Kini....
Saat ini, Lawang Sewu dikelola PT. KAI dan sepenuhnya dijadikan Museum Kereta Api dengan waktu Operasional Kunjungan Senin - Minggu dibuka dari pukul 07.00 WIB sampai 21.00 WIB. Untuk berkunjung ke dalam Komplek Lawang Sewu, Pengunjung dikenai tarif tiket Rp 10.000,- untuk Turis, Dewasa dan Mahasiswa. Sedangkan anak-anak dan pelajar tarif tiketnya Rp 5.000,-.
Selayaknya Museum pada umumnya, di dalam ruang-ruang gedung Lawang Sewu saat ini dipamerkan beberapa peninggalan yang tersisa dari Kantor Perkeretaapian. Seperti koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, mesin hitung jadul, mesin tik, replika Lokomotif uap, surat berharga dan lain-lain.
Timbangan Jadul |
Telephone Kayu |
Telephone Umum |
Alat Hitung |
Replika Lokomotif |
Parkiran Sepeda Kumbang |
Dan banyak lagi Spot-spot menarik untuk berswafoto atau koleksi dunia perkeretaapian yang bisa dilihat disini. Saat ini bahkan ada penyewaan kostum juga bagi sampeyan yang ingin berfoto ala-ala Noni-noni Belanda atau sebagai pegawai kereta api jaman Belanda.
Kekurangannya hanya soal Parkir, jika sampeyan membawa kendaraan pribadi, baik mobil atau motor. Kendaraan bisa diparkir di sepanjang jalan kecil pinggir kali, namun tidak ada yang mengelola jadi kesannya seperti parkir liar saja.
Overall, buat sampeyan yang suka foto-foto untuk di upload di medsos, tempat ini sangat recomended-lah. Apalagi kalau sampeyan berkunjungnya saat menjelang malam, Lawang Sewu sekarang sudah dibuat terang benderang saat malam, sehingga sedikit menghilangkan kesan seram dan angker yang dulu pernah jadi trade mark tempat ini.
Coba deh berkunjung kesana.....
0 Comments