Cerita Singkat Tentang Minuman Ber-Alkohol

Tadinya saya mau menulis tentang Perpres no. 10 tahun 2021 yang (katanya) berisi Legalisasi Minuman Beralkohol atau Minuman Keras eh salah ding...yang (katanya) melegalkan Investasi Industri Minuman Keras. Tapi berhubung sudah dibatalkan ya saya batal juga menulis tentang itu.

Sedikit saja ya nyenggol (Lampiran III) Perpres no. 10 tahun 2021, saya tuliskan disini yang isinya mengenai Bidang Usaha Penanaman Modal (Investasi) Industri Minuman Keras, berikut ini:

1. Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol
a. Untuk Penanaman Modal baru dapat dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
b. Penanaman Modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.

2. Industri Minuman Mengandung Alkohol: Anggur
a. Untuk Penanaman Modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
b. Penanaman Modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.

3. Industri Minuman Mengandung Malt
a. Untuk Penanaman Modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
b. Penanaman Modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.

4. Perdagangan Eceran Minuman Keras atau Beralkohol
Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.

5. Perdagangan Eceran Kaki Lima Minuman Keras atau Beralkohol
Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.

Peraturan dan Lampiran lengkapnya bisa di baca di halaman peraturan.bpk.go.id. 
Disitu sebenarnya sudah jelas tertulis 'Berdasarkan Usulan Gubernur'. Mungkin maksudnya ingin mengakomodir seperti yang pernah dikatakan Gubernur NTT tahun 2009, '..Sekitar 70% Penduduk NTT adalah petani. Dari Total seluruh petani 15%-nya hidup dari minuman alkohol (tradisional), sehingga tata niaganya harus diatur dengan baik dan tertib.'

Tata Niaga Penjualan Miras sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI no. 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Didalam Peraturan Menteri ini (Pasal 2) di jabarkan pengelompokan Minuman Alkohol ada 3 golongan yaitu :
  • Minuman beralkohol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai 5 persen (lima per seratus);
  • Minuman beralkohol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5 persen (lima per seratus) sampai dengan 20 persen (dua puluh per seratus);
  • Minuman beralkohol golongan C adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20 persen sampai 55 persen.
Yang belum diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan itu adalah Minuman Alkohol Tradisional, sementara banyak Penyuling (Pengrajin) Minuman Tradisional (misalnya di NTT) yang secara kualitas mungkin lebih baik dari minuman alkohol import.

Jenis-jenis Alkohol

Ada 2 jenis Alkohol yang bisa ditemukan di pasaran yaitu :
  • Etanol atau etil alkohol (C2H5OH) adalah jenis alkohol yang Food Grade, artinya Etanol ini bisa dikonsumsi oleh tubuh, selama tidak melebihi dosis yang dianjurkan dan tidak diminum oleh anak-anak dibawah umur.
  • Metanol (CH3OH) adalah merupakan alkohol yang Fuel Grade, artinya bisa dijadikan bahan bakar, sifatnya yang beracun dan mudah terbakar. Mengkonsumsi alkohol jenis ini adalah tindakan yang bodoh karena bila dikonsumsi reaksinya dapat merusak jaringan saraf pusat, otak, pencernaan bahkan mengakibatkan kebutaan. Alkohol jenis ini bisa ditemukan dalam obat nyamuk cair, pelarut, pembersih dan penghapus cat, untuk keperluan industri

Ada 1 lagi jenis minuman alkohol yang sangat populer dan sering viral di berita-berita, bahkan jadi lagu juga yaitu Oplosan. Alkohol jenis ini adalah yang paling tidak jelas rumus kimia-nya karena biasanya memadukan (mengoplos) berbagai macam bahan dari softdrink, alkohol dari apotik (Etanol Non Food Grade), Spirtus, Obat Nyamuk dan entah campuran-campuran lainnya. Nah, kalo Oplosan ini dikonsumsi seperti layaknya minuman alkohol, mabuk sih memang...murah meriah...tapi efeknya bisa merusak tubuh seketika atau perlahan dan permanen bahkan bisa mematikan.

Kalau cuma tujuannya cuma demi Mabuk Yang Murah Meriah, kenapa tidak mengkonsumsi Arak (Minuman Alkohol) Tradisional saja. Minuman Tradisional ini diproses dari bahan-bahan alam yang kemudian difermentasikan sehingga prinsipnya hampir sama dengan Etanol yang Food Grade tadi.

Masalahnya kemudian adalah, ketika ada Produk Minuman Alkohol Import yang dikemas dengan cantik dan ditambah Pita Cukai, Minuman Alkohol Tradisional lantas dijadikan barang ilegal yang kemudian bisa setiap saat jadi sasaran razia petugas, sementara yang import tetap saja dengan cantik, aman dipajang di etalase pedagang minuman. Dari sini jadi terlihat seperti terjadi perang pasar Minuman Alkohol Import vs Tradisional.

Aturan Pengendalian dan Pengawasan Minuman Keras (Minuman Alkohol)

Kembali ke soal peraturan dan legalisasi, untuk sampeyan yang belum tau dan rajin membaca....bagaimana mau membaca, beli buku saja aku sulit...saya kasih tahu bahwa tahun 2013, Presiden RI kala itu (pak SBY) pernah menerbitkan Perpres no. 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Peredaran Minuman Keras yang juga m,encabut Keppres no. 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
Pada Perpres no. 74 tahun 2013 disebutkan :
  • Pasal 4 ayat 1 : Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
  • Pasal 6 : Terhadap Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor yang akan diedarkan atau dijual wajib dicantumkan label sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pangan.
  • Pasal 7 ayat 1: Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, dan golongan C hanya dapat dijual di: a. hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangundangan di bidang kepariwisataan; b. toko bebas bea; dan c. tempat tertentu selain huruf a dan b yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  • Pasal 7 ayat 2 : Penjualan dan/atau peredaran Minuman Beralkohol di tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga pendidikan dan rumah sakit.
  • Pasal 7 ayat 3 : Selain tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Minuman Beralkohol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan.
  • Pasal 7 ayat 4 : Dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal, Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat menetapkan pembatasan peredaran Minuman Beralkohol di tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3).
  • Pasal 8 : Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap produksi, peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol Tradisional untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan di wilayah kerja masing-masing.
Jika di bandingkan dengan Perpres no. 10 tahun 2021 Lampiran III yang menyebutkan Penanaman Modal untuk Industri Minuman Alkohol  baru dapat dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat dan Penanaman Modal di luar 4 Propinsi tersebut, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur, menurut sampeyan bagaimana ?

Ada yang bilang, Minuman Beralkohol tidak sesuai dengan Budaya (dan Tradisi) Bangsa Indonesia. Lah, dari sejarahnya dulu Raden Wijaya tahun 1293 berhasil mendirikan Majapahit dengan memperalat pasukan Mongol (Kubilai Khan) untuk menyerbu Kediri. Namun kemudian 30ribu pasukan Mongol itu diusir dari Tanah Jawa dengan cara dijamu minum arak Tuban hingga mabuk dan dikalahkan itu apa bukan berkat Tradisi masyarakat Tuban membuat Arak ya ?

Budaya Membuat Minuman (Fermentasi) Beralkohol Tradisional

Di daerah Tuban, Jawa Timur, minuman alkohol dikenal dengan nama Tuak dan Legen (Wine Palm) yang bahan dasarnya adalah dari Nira (Aren) dan Kelapa yang di fermentasikan. Kondisi Alam Tuban yang berada di gugusan Pegunungan Kapur Utara menyebabkan lahan untuk pertanian tidak bisa produktif sehingga hanya Kelapa dan Nira yang mampu hidup. Lalu apa salah kalo kemudian penduduk Tuban dari jaman dulu kemudian menjadikan Industri Tuak dan Legen sebagai pilihan alternatif sebagai sarana penghasil nafkahnya ? 
Sama seperti masyarakat Karangasem di Bali serta NTT yang menjadikan Industri Arak sebagai saluran nafkah utamanya. Lantas kalo kemudian Presiden Jokowi membuat kerangka payung hukum untuk mengatur investor yang tertarik pada industrialisasi Arak Bali, itu artinya merupakan Legalisasi Minuman Alkohol adalah kesalahan ?

Kemudian ada Arak khas Dayak yang dikenal dengan nama Baram. Baram adalah minuman tradisional beralkohol masyarakat Dayak yang mempunyai peran penting pada ritual adat Suku Dayak Ngaju serta ritual Kaharingan. Baram menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari kehidupan sehari-sehari masyarakat di Katingan, Kalimantan Tengah. Kandungan alkohol yang terdapat dalam minuman Baram termasuk kategori cukup tinggi yaitu 5,6 % etanol, relatif lebih tinggi di bandingkan dengan minuman Tuak sebesar 4 %.

Pada masyarakat Bugis, ada minuman Ballo. Ballo adalah minuman sejenis tuak yang dibuat dari proses fermentasi beberapa jenis pohon seperti Enau, Nipa dan Lontar. Air yang berasal dari buah Lontar ditampung dan dipendam dalam tanah selama beberapa hari. Ada bermacam-macam jenis Ballo, tergantung dari sari buah yang digunakan. Ada Ballo Nipa (dari sari pohon Nipa), ada Ballo tala ( dari sari pohon Tala), ada Ballo inru (dari sari pohon aren), ada Ballo ase (dari perasan beras dan semacamnya). Di Jeneponto, hampir di semua sudut wilayah bertebaran pembuat Ballo atau disebut Pae'ba Ballo (Pembuat Arak).

Di Sinjai, Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai kota seribu masjid, ada minuman yang namanya Ires. Minuman ini dibuat sebagai minuman pengganti alkohol, tapi cara pembuatannya sama dengan pembuatan tuak dan minuman sejenisnya. Ires berbahan dasar tape singkong ditambah susu, madu, air kelapa dan sedikit tuak serta buah durian. Minuman ini biasanya dikonsumsi Nelayan untuk penghangat badan di tengah dinginnya malam.

Dari Maluku ada minuman Sopi. Sopi adalah minuman tradisional asal Maluku, namun beberapa daerah di timur Indonesia juga telah mengenal minuman ini seperti di Flores dan beberapa daerah di Papua. Sopi berasal dari bahasa Belanda, zoopje yang artinya alkohol cair. Minuman sopi berasal dari fermentasi enau (Arenga pinnata) yang telah mengalami destilasi. Sopi merupakan minuman beralkohol seperti minuman keras pada umumnya. Sopi yang beredar di masyarakat saat ini mengandung alkohol sekitar 30% dan masuk dalam minuman keras golongan C. Sempat ada beberapa rencana Pemerintah Daerah untuk melegalkan minuman ini agar dapat dikontrol kandungan alkoholnya namun sampai saat ini belum juga terealisasi. Peraturan Presiden (Pepres) No.74 tahun 2013 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permenndagri) No.6 tahun 2015, belum bisa diberlakukan sepenuhnya untuk minuman sopi karena sangat mengakar dalam kebudayaan masyarakat Maluku

Di NTT, minuman alkohol namanya juga Sopi dan Moke. Sebenarnya ini adalah barang yang sama, minuman beralkohol yang disadap dari pohon lontar, hanya proses sulingnya yang membedakannya. Moke disuling dengan wadah periuk tanah liat dan uap hasil sulingnya dialirkan memakai batang bambu, sedangkan Sopi disuling dengan gentong yang disambungkan dengan pipa. Keduanya sama-sama tinggi kadar alkoholnya. Sopi di NTT adalah merupakan minuman alkohol khas daerah yang sudah dilegalkan oleh pemerintah daerah NTT. Minuman berkadar 40 persen alkohol itu berkait erat budaya di masyarakat NTT seperti upacara adat, pernikahan, kematian ataupun untuk sekadar kegiatan sosialisasi. Bahkan secara historis, Sopi (tuak) punya catatan unik. Bagi masyarakat Lembata, NTT misalnya, tuak (termasuk sopi) adalah warisan nenek moyang. Di masa lalu, tuak (termasuk sopi) menjadi pengganti air, karena relatif mudah didapat. Tuak disadap dari pohon lontar setiap pagi dan sore. Umumnya diminum memakai mangkok dari batok kelapa. Sebelum direguk, sebagian dituang ke tanah sebagai tanda penghormatan kepada arwah leluhur.

Peneliti Center for Indonesia Policy Mercyta Jorsvinna mengatakan, melegalkan minuman beralkohol lebih rasional ketimbang melarangnya. Saat minuman beralkohol tradisional menjadi legal, bisa diartikan bahwa itu merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mengatur peredaran dan konsumsi sopi. Sehingga, angka kematian akibat mengonsumsi minuman oplosan bisa menjadi tanggung jawab pemerintah.

Di Minahasa Selatan, ada minuman Cap Tikus. Minuman keras tradisionil Minahasa ini pada mulanya bernama Sopi. Namun, sebutan Sopi berubah menjadi Cap Tikus ketika orang Minahasa yang mengikuti pendidikan militer untuk menghadapi Perang Jawa, sebelum tahun 1829, menemukan Sopi dalam botol-botol biru dengan gambar ekor tikus. Sopi dijual oleh para pedagang Cina di Benteng Amsterdam, Manado. Kini minuman Cap Tikus akhirnya bisa lebih bernilai. Dikemas lebih menarik dengan sebuah botol kecokelatan berukuran sedang. Tutup botolnya dipakaikan kertas cukai. Sementara sebagian botolnya dikemas dengan memakai kertas bertuliskan Cap Tikus 1978. Minuman ini bisa naik derajat dan dijadikan buah tangan bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Dengan legalnya Cap Tikus, artinya ada lebih dari 200 ribu orang petani dalam mata rantai pembuatan minuman Cap Tikus yang bisa memperbaiki taraf hidupnya.

Jadi Investasi dan Penanaman Modal untuk Industri Minuman Alkohol, ya kenapa tidak bila itu bisa memperbaiki kehidupan masyarakat pengrajinnya. Soal haram atau lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya atau anggapan minuman beralkohol bisa menimbulkan maksiat dan kejahatan, ya kembali lagi pada moral manisianya. Di Jepang, hampir semua orang Jepang minum Sake, tapi seberapa tinggi kriminalitas di Jepang akibat mengkonsumsi Sake ?


Tapi karena Lampiran III Perpres no. 10 tahun 2021 akhirnya dihilangkan karena protes dan kegaduhan para Netijen +62 yang Maha Benar serta merasa Paling Budiman sedunia....tapi para Netijen itu lupa (pura-pura lupa) atau tidak tahu tentang Perpres no.74 tahun 2013 ya tetep aja Minuman Alkohol (Import dan Pabrikan) masih legal-legal saja peredaran dan produksinya. Kan tetap ada payung hukum Perpres-nya...koq dulu gak ada yang protes minta dicabut pas di undangkannya....

Ya sudahlah ya...toh katanya Minum minuman alkohol itu kan bukan budaya kita...

Post Navi

Post a Comment

0 Comments

Close Menu