Peneng atau Plombir | Romansa Memori Kolektif Masa Kecil dan Isyu Pungutan Pajak Sepeda


Mungkin untuk generasi Tik Tok tidak akan tau apa itu 'Peneng' atau 'Plombir/Plembir'. Istilah Peneng sendiri berasal dari bahasa Belanda 'Penning' yang arti terjemahan Indonesia-nya adalah Medali. Mungkin karena dulu bentuknya memang seperti medali dari plat besi.

Pajak Sepeda Jaman Penjajahan

Peneng atau Plombir adalah sebuah plat besi atau stiker yang ditempelkan di sepeda onthel sebagai bukti pemiliknya sudah membayar pajak. Konon katanya, pajak untuk sepeda onthel ini sudah diberlakukan dari tahun 1938 (atau mungkin tahun-tahun sebelumnya), dari jaman penjajahan Belanda. Dalam Surat Kabar jaman itu, 'De Indische Courant', 9 Februari 1938, diceritakan tentang seorang perempuan yang kena cegatan peneng. Karena si perempuan ini mengendarai sepeda yang tidak memiliki peneng, perempuan ini terpaksa harus membayar denda sebesar 1,5 gulden.

Pada masa pendudukan Jepang, aturan soal pajak sepeda ini semakin ketat. Pemerintah pendudukan Jepang seringkali membuat pengumuman di koran untuk mengingatkan para pemilik sepeda dan kendaraan lain agar segera membayar pajak. Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, pengumuman tersebut dimuat dalam koran Asia Raya. Di pengumuman ini disebutkan pajak sepeda tahun 1945 sebanyak f 1 atau f 0,75 dan harus dilunasi sebelum tanggal 1 bulan 3 tahun 1945. Oh iya 'f' adalah satuan mata uang jaman penjajahan Belanda yang berbentuk logam....yang nilainya untuk f 1 kurang lebih 3 cent.
Saat membayar pajak, sepeda harus dibawa untuk ditempel tanda-tanda pajak. Pembayaran Pajak Sepeda yang lewat dari tengat waktu akan dikenai denda tambahan 20% atau maksimal f 1.

Harga penerapan pajak tersebut tergantung pada domisili pemilik sepeda. Selain itu kegunaan sepeda, misalnya sepeda untuk anak sekolah berbeda dengan sepeda para pekerja. Penerapan pajak juga tergantung pada bahan sepeda, misalnya ban yang dipakai

Pajak Sepeda Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia Merdeka, kebijakan pungutan pajak untuk sepeda onthel masih dijalankan. Pembelian peneng setiap tahun diiklankan pemerintah di koran-koran, seperti misalnya koran Java Bode. Gubernur Jakarta yang saat itu disebut Wali Kota Jakarta, R Soewirjo menginformasikan melalui pengumuman di koran bahwa sepeda-sepeda harus di bawa ke Kantor Bendahara Kota, di Balai Kota. Setiap sepeda wajib membayar 1 (Satu) Rupiah untuk setiap pembelian dan pemasangan peneng.

Pada masa itu, tahun 1950, sepeda yang tanpa peneng akan dikenakan sanksi penyitaan sepeda, kalau sepeda tanpa peneng tersebut digunakan atau berada di jalan umum. 

Tahun 1957, harga peneng untuk wilayah Jakarta sebesar Rp 4,-. Dalam pengumuman yang dimuat di harian De Nieuwsgiert disebutkan peneng sepeda bisa dibeli mulai tanggal 2 Januari 1957.
Bagi anak sekolah ada potongan setengah harga dengan syarat membawa surat keterangan dari kepala sekolah. 

Sampai masa Orde Baru pajak sepeda (peneng) ini masih berlanjut yang besaran pungutan pajak dan mekanismenya diatur dengan Perda di masing-masing daerah. Tidak hanya sepeda, dulu becak dan gerobakpun ada peneng-nya. Setiap tahun warna peneng ini berganti-ganti dan bentuknya sudah bukan lagi plat besi, melainkan stiker. 

Cegatan peneng, dulu begitu kami angkatan 80'an menyebutnya. Cegatan ini serupa seperti razia STNK jaman sekarang. Harinya berubah-ubah, gak tentu dan biasanya pagi hari.
'Dulu jaman SMP, sering tuh di perempatan dekat SMP Bintang Laut ada cegatan peneng' begitu cerita teman saya yang tinggal dan besar di Solo. Kalo ketangkep sepedanya gak ada penengnya langsung disuruh beli dan di tempel disitu. Atau kalo apes gak punya uang beli stiker peneng, akan dikenakan sanksi dicabut pentil-nya. 

Gak sedikit yg iseng 'ngerjain' petugas yg razia dg menempelkan peneng di tempat-tempat yg susah dilihat, misalnya di bawah sadel sepeda. 

Sampai tahun 90'an (ada daerah yg sampai tahun 1998) beberapa daerah masih mewajibkan pemasangan peneng ini. Harga peneng yang harus dibayar pemilik sepeda, pada tahun 1990'an mencapai Rp 200,- per tahun. 
Peneng Sepeda - dok. Google

Mekanisme pemungutan pajak kendaraan tidak bermotor ini juga berbeda untuk masing-masing daerah. Seperti kalo di Jogja, pungutan di lakukan oleh RT dan atau RK dengan berkeliling ke rumah-rumah warga. Berbeda dengan Jogja, di Bandung pungutan dilakukan 2 kali dalam setahun. 
Masing-masing tergantung Perda-nya. 

Pajak Sepeda Jaman Now

Pajak Sepeda (peneng) jaman sekarang memang sudah ditiadakan. Mungkin karena masing-masing daerah saat ini sudah lebih berkembang sumber keuangan daerahnya. 
Padahal kalo kita bicara sepeda jaman sekarang, wow harganya....ada yang harganya setara dengan harga mobil second malah.

'Kalo jaman sekarang kan orang beli dan pakai sepeda itu karena hobby dadakan saja....masa' mau kaya kumpeni sepeda dipajekin' (ngomel sambil ngelus-elus sepeda lipet carbonite original import dari Inggris) 
'Lagi masa susah begini....eh ini semua kendaraan yg lewat jalan aspal masa' mau dipajekin sih' (ngegulutuk sambil nongkrong ngrumpi di warung kopi brand luar negeri) 
'Harusnya pemerintah mikir ke investasi dong... Jangan rakyat melulu yg disuruh nombokin' (ngoceh di twitter sambil antri pembagian BLT di kelurahan) 
'Pajak mulu yg dipikirin... Ntar lama-lama nonton tipi juga disuruh bayar nih kaya' jaman Orba' (ngetik status sambil pencet-pencet remote nyari drakor di channel tv kabel berbayar) 

Begitu suara-suara netijen komentator medsos soal wacana pajak...eh bukan dink...wacana regulasi untuk mengatur sisi keselamatan para pengguna sepeda baru coba didengungkan Kemenhub melalui Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi. 

Eh Otong....yang diomongin ini kan bukan soal pemasangan peneng dan penarikan pajak buat pesepeda....sampeyan udah nyolot aja teriak paling kenceng di medsos. Itu pajak motor dan mobil udah dibayar belum....apa udah mati pajaknya bertahun-tahun dan bayarnya nunggu ganti kaleng 5 tahunan gitu?.

Wacana itu didengungkan biar sampeyan dan rombongan goweser itu gak konvoy megal-megol berjejer di tengah-tengah menuh-menuhin lajur mobil dan motor.....giliran di klakson bukannya terus pindah lajur dan merapikan diri berjejer gowes di jalur yang benar...eh malah nyolot ngajak berantem. 
Mana yang Lebih Beradab - dok. Instagram

Kasihan ya....pendidikan tinggi, lulusan luar negeri, banyak duit tapi attitude-nya lebih kampungan dari orang kampung yang tinggal seumur-umur di kampung dan sekolahnya cuma lulusan SD karena gak sanggup bayar sekolah swasta.

Ya walopun seandainya pajak sepeda akan diberlakukan, maka mekanisme cara pemungutan pajak, sistem kontrol dan besaran nominal pajaknya akan sulit untuk di buat dan ditetapkan. Memangnya salah ya kalo pemerintah mau narik pajak dari sektor lain untuk recovery keuangan negara yang kembang-kempis akibat pandemi.

Baru isyu wacana saja sudah banyak yang panik soal pemerintah (yang katanya) akan mengaktifkan lagi peneng/plombir.

Sedikit-sedikit ribut.... Sedikit-sedikit ribut... 
Ribut koq ya sedikit-sedikit.... 
Post Navi

Post a Comment

0 Comments

Close Menu