Kesempatan Kedua | Sepenggal Cerita Tentang Dispensasi dan Pembatalan Pernikahan Menurut Hukum Kanonik Pada Pernikahan Secara Katolik

Beberapa hari yang lalu, Linimasa di Facebook saya banyak teman Katolik yang share berita tentang seorang artis Idola Indonesia yang menyatakan sudah menikah (lagi) dan diberkati secara Katolik di sebuah Gereja Katolik. Artis ini dulu pernah menikah tapi bercerai lalu 6 bulan kemudian dia menikah lagi. Saya tidak tahu apakah dulu di pernikahan pertama, artis ini menikah secara Katolik dan sekarang (benar) melakukan pemberkatan pernikahannya lagi juga secara Katolik dengan proses dispensasi.
Saya tidak mau ikut berkomentar tentang pernikahannya ataupun masa lalunya, karena saya bukan teman artis tersebut dan saya tidak punya kemampuan untuk mengkonfirmasi kebenaran beritanya langsung dari sumbernya.


Saya akan menceritakan pengalaman saya saja ya...

Dispensasi

Menurut Hukum Kanonik Kan. 1086, Dispensasi diberikan untuk perkawinan dua orang, yang di antaranya satu telah dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima didalamnya, sedangkan yang lain tidak dibaptis, dengan catatan memenuhi syarat dan ketentuan dalam Hukum Kanonik Kan. 1125 dan 1126. Izin Dispensasi ini dapat diberikan oleh Ordinaris Wilayah (Imam atau Pejabat Gereja yang memiliki kuasa eksekutif umum berdasarkan jabatannya untuk melaksanakan undang-undang).
Ini sekedar memperjelas apa yang dimaksud dengan istilah Dispensasi ya....

Nah lalu cerita saya bagaimana ? Jadi begini ceritanya...

Pernikahan terdahulu saya adalah pernikahan dengan Dispensasi ini. Prosesnya dulu yang harus saya jalani adalah saya harus ikut Kursus Persiapan Pernikahan 3 minggu untuk dapat sertifikat sebagai salah satu syarat dokumen pengajuan penyelidikan kanonik. Penyelidikan Kanonik ini adalah proses wawancara langsung kedua calon mempelai secara terpisah dengan berbagai pertanyaan yang di formulasikan secara baku untuk memastikan bahwa perkawinan yang akan diteguhkan tersebut bebas dari segala bentuk halangan yang bisa menggagalkan pernikahan. Dalam proses penyelidikan Kanonik ini saya diminta menghadirkan 2 orang saksi dari pihak keluarga pasangan saya (karena pasangan saya tidak dibaptis/non Katolik)....mungkin dimaksudkan memberikan kepastian pada keluarganya bahwa di Gereja Katolik tidak ada keharusan pasangan yang berbeda keyakinan untuk pindah keyakinan saat akan menikah. Ribet ya....ya begitulah pernikahan secara Katolik.

Selesai proses Penyelidikan Kanonik di Bekasi, karena saya waktu itu belum jadi warga Bekasi dan akan menikah di Gereja Katolik Weleri, maka berkas hasil penyelidikan kanonik-nya dari Gereja Katolik Bekasi di kirim dulu ke Gereja Katolik Weleri. Pada saat proses ini saya berpikir bahwa Penyelidikan Kanonik saya dan pasangan tidak bermasalah, karena tidak ada pemberitahuan lebih lanjut dari Gereja. Dengan yakinnya saya infokan ke keluarga di Weleri untuk melanjutkan proses persiapan pernikahan dong....urus catering...booking tukang photo...urus gedung dan lain-lain.
Gedung sudah siap, Catering sudah dibayar, undangan sudah disebar, Kostum untuk keluarga sudah siap...keluarga jauh sudah mulai berdatangan..catatan sipil sudah di hubungi.....eeeh pas H-1, saya, pasangan saya dan perwakilan keluarga dipanggil menghadap Romo Paroki Gereja Weleri. 
Ada hal yang membuat hasil Penyelidikan Kanonik saya saat itu masuk dalam kategori Cacat Kanonik sehingga tidak bisa dilakukan Pemberkatan Pernikahan (antara orang Katolik dan Non Katolik, pernikahan dilakukan dalam bentuk ritual pemberkatan pernikahan bukan sakramen).
Dengan mempertimbangkan faktor persiapan pernikahan yang sudah 90% siap dan faktor nama baik keluarga akhirnya Romo waktu itu bersedia mengadakan 'Ibadat doa' dengan mengganti susunan ritual pemberkatan pernikahan. Ibadat Doa ini dibuat hanya sebatas 'mendoakan' saja, tanpa ada pengucapan janji nikah dan tidak ada penandatanganan Matrinum Testimoni (Surat Nikah Gereja), hanya saja karena petugas dari Kantor Catatan Sipil sudah diundang dan datang ke Gereja maka penandatanganan Akte Nikah Sipil tetap dilakukan.

Oh iya...selama menjalani pernikahan yang terdahulu itu sebagai seorang Katolik, saya harus terima konsekwensi bahwa saya tidak bisa menerima komuni sebelum masalah pernikahan (secara gereja) tersebut dibereskan. Padahal ke Gereja setiap minggu tanpa boleh terima komuni itu adalah....sesuatuuu...yang rasanya gimana gitu.

Saat itu saya masih tetap berharap, berdoa bahwa segalanya akan baik-baik saja...perjalanan 'pernikahan' saya tersebut akan baik-baik saja hingga suatu saat nanti bisa meminta Romo untuk diadakan ibadat pembaharuan dan peneguhan pernikahan.
Ternyata harapan tinggal harapan dan doa hanya sebatas jadi ucapan....Pernikahan saya yang terdahulu gagal dan berantakan di tahun ke sekian karena hal-hal yang tidak bisa saya ceritakan...

Berarti ada perceraian dong....iya ada Perceraian secara Sipil yang diputuskan melalui keputusan Sidang Perdata di Pengadilan Negeri....bukan Pengadilan Agama ya...
Nanti mungkin di artikel yang lain saya akan cerita tentang pengurusan perceraian secara sipil ini...
Lalu bagaimana dengan Pernikahan Gerejanya ?

Anulasi (Pembatalan Pernikahan)

Didalam Iman dan Doktrin Katolik tidak dikenal istilah Perceraian, seperti yang tertulis dan diajarkan di Injil Matius 19:6 dan Injil Markus 10:9. Jadi apa itu Anulasi (Pembatalan Pernikahan), Anulasi adalah prosedur hukum untuk menyatakan bahwa suatu pernikahan batal atau tidak sah untuk disebut perkawinan. Anulasi bersifat retroaktif, yang berarti bahwa suatu perkawinan yang dianulasi dianggap tidak valid sejak awal seolah-olah tidak pernah terjadi.
Menurut Gereja Katolik, ada 3 hal yang bisa membatalkan perkawinan :
  • Halangan Menikah ( Kitab Hukum Kanonik Kan. 1083-1094 )
Kurangnya Umur, Impotensi, adanya ikatan perkawinan terdahulu, disparitas cultus (beda agama tanpa dispensasi), tahbisan suci, kaul kemurnian dalam tarekat religius, penculikan dan penahanan, kejahatan pembunuhan, hubungan persaudaraan konsanguinitas, hubungan semenda, halangan kelayakan publik seperti konkubinat, ada hubungan adopsi.
  • Cacat Konsesus ( Kitab Hukum Kanonik Kan. 1095 - 1107 )
Kekurangan kemampuan menggunakan akal sehat, cacat yang parah dalam hal pertimbangan (grave defect of discretion of judgement), Ketidakmampuan mengambil kewajiban esensial perkawinan, Ketidaktahuan (ignorance) akan hakekat perkawinan, Salah orang, Salah dalam hal kualitas pasangan yang menjadi syarat utama, Penipuan, Sandiwara untuk keperluan tertentu seperti untuk mendapatkan ijin tinggal/kewarganegaraan tertentu, Sandiwara dengan maksud dari awal untuk tidak mau mempunyai keturunan, Tidak bersedia setia/mempertahankan hubungan yang eksklusif hanya untuk pasangan (poligami), Tidak menghendaki hubungan yang permanen/selamanya, Tidak menginginkan kebaikan pasangan (misal: menikahi agar pasangan bisa dijadikan pelacur), Menikah dengan syarat kondisi tertentu, Menikah karena paksaan, Menikah karena ketakutan yang sangat akan ancaman tertentu.
  • Cacat Forma Kanonika ( Kitab Hukum Kanonik Kan. 1108 - 1123)
Kasus-kasus karena cacat dalam kesepakatan perkawinan, Karena ada halangan yang menggagalkan dan karena cacat atau ketiadaan tata cara peneguhan kanonik.
Penjelasan selengkapnya ada disini.

Jika ada satu atau lebih halangan/cacat yang terjadi sebelum pernikahan atau pada saat pernikahan diteguhkan, maka sebenarnya pernikahan tersebut sudah tidak memenuhi syarat untuk dapat disebut pernikahan yang sah secara Katolik sejak awal mula.

Lanjut cerita saya tentang Kesempatan Kedua....

Nah...saat saya kemudian akan menikah dengan istri yang sekarang, saya kembali menjalani proses persiapan pernikahan seperti Kursus Persiapan Pernikahan (untuk Gereja-Gereja di  Keuskupan Agung Jakarta di sebutnya Kursus Membina Rumah Tangga). Selesai kursus, mendaftarkan diri dan pasangan untuk menjalani lagi proses Penyelidikan Kanonik. 
Sempat deg-deg'an juga awalnya saat akan Penyelidikan Kanonik ini.
Dari status di KTP saya tertulisnya 'Cerai Hidup' (kalau dulu mungkin Janda/Duda....sekarang ini di status e-KTP akan tertulis Cerai Hidup/Cerai Mati), saya lampirkan juga Akte Perceraian dari Catatan Sipil, yang membuat Romo yang melakukan Penyelidikan Kanonik langsung bertanya pada saya dan istri diawal sebelum melakukan penyelidikan kanonik secara terpisah. Saya ceritakan ulang cerita saya diatas, lalu Romo kemudian berkata bahwa beliau akan men-cross check cerita saya ke pihak Gereja tempat saya menikah dahulu.
Dan karena memang pernikahan yang dahulu itu belum bisa di katakan pernikahan Katolik yang sah, maka tidak ada catatan tentang pernikahan yang terdahulu di buku besar Gereja dan tidak tercantum pula di Surat Baptis saya. Tetapi untuk lebih memastikan dan memberikan keyakinan pada Romo tentang status saya Liber atau tidak, maka perlu menunggu keputusan dari Sidang Tribunal Keuskupan.
Kami menunggu keputusan dari Tribunal Keuskupan kurang lebih 1 bulan, sampai kemudian Romo yang melakukan Penyelidikan Kanonik menghubungi kami dan menyatakan status saya Liber maka persiapan pernikahan bisa kami lanjutkan.

Persiapan Pernikahan kami lanjutkan dari booking Resto, pembuatan baju pengantin, cari tukang photo, persiapan dekorasi, cari souvenir dan lain-lain...dan lain-lain...dan lain-lain yang harus kami search dan browsing sendiri karena kami gak punya dana untuk bayar Wedding Organizer. Ribet dan cukup bikin stress...tapi setidaknya kami jadi dapat pelajaran berharga jadi WO dadakan...hehehehe
Kalau ada yang mau tanya-tanya soal ribetnya ngurus Pernikahan tanpa WO dan bugjetnya berapa...boleh kontak-kontak saya...nanti saya ceritain...

Oh iya, untuk Pernikahan Katolik (dan non muslim) itu pengurusan Surat/Akte Nikah tidak seperti pernikahan di KUA ya. Kalau di KUA begitu selesai akad nikah bisa langsung tanda tangan Buku Nikah terus pulang bawa Buku Nikah. Untuk pernikahan non muslim, setelah prosesi pernikahan secara agama nantinya harus ke Catatan Sipil untuk mendaftarkan pernikahan sehingga sah menurut hukum negara.
Jangan lupa diurus itu....karena Akte Nikah diperlukan untuk Pengurusan Dokumen Kependudukan lainnya seperti Perubahan KTP, KK dan Akte Kelahiran Anak. Pengurusan Akta Nikah-nya di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ya...sama seperti pengurusan dokumen kependudukan lainnya.
Dan harus sabar....karena Akta Nikah biasanya butuh waktu lebih dari 1 bulan (dan harus bolak balik konfirmasi ke Disdukcapil) untuk pengetikannya.....hehehehe

Nanti coba saya ingat-ingat bagaimana kemarin mekanisme dan syarat yang dibutuhkan untuk pengurusan Pencatatan Pernikahan Non Muslim di Kantor Catatan Sipil.

Tunggu cerita saya berikutnya ya....

Post Navi

Post a Comment

0 Comments

Close Menu