5 Hasil Kajian Yang Memunculkan Poster 'Direbut Asing, Direbut Robot, MAU KERJA DIMANA COBA ?'



Yang sedang viral setelah Hari buruh kemarin adalah foto demo KM ITB yang bertuliskan pertanyaan Direbut Asing, Direbut Robot, MAU KERJA DIMANA COBA ? Hal tersebut adalah gambaran utuh tumbuhnya Generasi Pesimistis, Generasi yang manja dan mengandalkan pengasihan.
Coba kita lihat lebih jauh, itu yang bawa tulisan seperti itu MAHASISWA lho...Maha-nya Siswa yang seharusnya tidak manja kekanak-kanakan. Belum lagi jika dilihat dari Institusinya, ITB lho...Institut Teknologi Bandung, yang mestinya isinya orang-orang pintar yang harusnya nantinya bisa jadi pembuat atau pengembang teknologi di Indonesia....kalau lulus.

Memang akhirnya Pjs Ketua Kabinet KM ITB Royyan Abdullah Dzaky mencoba mengklarifikasi hal tersebut dengan mengatakan adanya kesalahan tafsir terhadap kata-kata tersebut. Robot yang dimaksud dalam Poster tersebut merupakan digitalisasi dan automatisasi. Katanya ungkapan tersebut adalah hasil kajian yang sudah dilakukan KM ITB.
Oke...ada 5 hasil kajian menurut kang Pjs ini yang coba saya kutip disini dari detik.com.
  • Pertama, yakni mendesak seluruh elemen penyelenggara usaha memastikan jaminan sosial diberikan untuk kesejahteraan tenaga kerja.
  • Kedua, menuntut pemerintah untuk melakukan pengawasan secara tegas terhadap pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja, sistem manajemen keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja
  • Ketiga, mendesak DPR RI merevisi UU No 1 tahun 1970 khususnya Pasal 15 yang lebih memberikan efek jera bagi pelanggar keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja
  • Keempat, mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penggunaan Tenaga Kerja Asing dan meninjau kembali isi dari Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
  • Kelima, mengimbau pemerintah untuk melakukan pengkajian yang mendalam perihal digitalisasi dan kompetensi tenaga kerja
Ini sampeyan mau klarifikasi atau berkilah....beralasan alias ngeles ? Kalau saya pikir-pikir sambil ngopi berhari-hari, koq akang-akang dan teteh mahasiswa ini seperti buzzer oposisi yang sedang mencoba memainkan isu politik yang dangkal ya. Alih-alih berpikir dan menyuarakan sesuatu yang kritis tapi ujung-ujungnya cuma jadi Kompor Mledug bagi sebagian buruh brangasan yang kecanduan demo.

Era Disrupsi sudah meluas dan terjadi dimana-mana, mempengaruhi disemua sektor kehidupan. Teknologi Digitalisasi dan Automatisasi sudah terjadi semenjak Revolusi Industri 3.0 yang dimulai dari tahun 1970-an, 1990-an dan saat ini terus bergerak menuju Revolusi Industri 4.0.

Revolusi Industri
Sumber: Wikipedia
Kalau dulu, saat mulai Revolusi Industri 3.0, sampeyan lihat di Plan Produksi pabrik itu sudah mulai banyak lengan-lengan robotik, conveyor (ban berjalan) yang jalan sendiri dan mesin yang bisa langsung bikin produk setelah datanya diinput ke Komputer (Computer Numerical Control atau CNC), di era Revolusi Industri 4.0 ini nantinya (mungkin) semua robot di Plan Produksi bisa dikontrol melalui Gadget, Smartphone, atau istilahnya Internet of Things (IoT) dan Mobile Technology (5G)...bukan Mobile Legend lho ya.
Apalagi ditambah dengan adanya 'tol langit' Palapa Ring, yang bisa mempercepat proses Disrupsi yang bakal terjadi. Nah, kalau ada Capres yang kemarin pas kampanye bilang 'Saya lebih baik pakai teknologi lama, gak perlu cepat, yang penting uang kita tidak mengalir bocor keluar negeri' ya siap-siap saja tergilas dengan kemajuan teknologi. Karena pesatnya perubahan di bidang teknologi adalah sebuah keniscayaan yang tidak seorangpun bisa menghentikannya.
Jadi paham kan Siapa yang Takut ?

Efisiensi Cost, Buruh vs Robot

Kenapa dari 2012 sampai saat ini (dan nanti) perusahaan di Indonesia banyak yang kemudian membuat Special Purpose Machine yang berbasis Teknologi Automatisasi dan Digitalisasi. Hal tersebut didorong pengusaha yang lama-kelamaan merasa jengah karena terlalu banyaknya Aksi Buruh yang tidak saja membuat proses produksi sedikit terganggu, tapi juga membuat iklim kerja dalam Plan Pabrik tidak kondusif. Sedikit-sedikit protes...sedikit-sedikit demo....Demo koq sedikit-sedikit.
Bayangkan saja, dulu sebelum tanggal 1 Mei ditetapkan menjadi hari libur Nasional, setiap tanggal tersebut selalu ada aksi demo masa buruh yang ujung-ujungnya ada aksi sweeping dari sebagian gerombolan buruh yang sedang keliling kawasan industri. Dari gedor-gedor gerbang sampai masuk halaman, dobrak pintu gerbang pabrik sampai memaksa karyawan pabrik lain yang sedang kerja untuk menghentikan aktifitasnya. Tidak cukup disitu, karyawan pabrik lain ini diminta (dipaksa dan harus) mau ikut keliling iring-iringan di belakang mobil komando yang berorasi heroik 'Kalau mau merubah nasib ya jangan cuma nitip' begitu katanya...menuntut kenaikan gaji yang setiap tahun harus naik diatas angka inflasi.
Kalau sekarang sih relatif lebih kondusif karena tgl 1 Mei sudah dijadikan Libur Nasional, walaupun banyak juga perusahaan yang karyawannya masuk kerja dan dihitung Lembur....jadi mengurangi potensi Aksi Buruh yang berakhir ricuh.

Ketika standar UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten) dinaikkan dan besaran kenaikannya diatur sesuai daerah atau sektoralnya mengacu PP78 tahun 2015, buruh masih saja ribut protes karena katanya PP78 tahun 2015 merugikan buruh. Teriaknya selalu gajinya kurang...belum bisa hidup layak...tetapi setiap ada handphone keluaran baru langsung paling pertama antri di counter handphone demi handphone yang harganya hampir sama dengan harga motor bekas. Terus njalukmu piye mas bro, kurang opo maneh ?
Kalau dulu seorang pekerja bisa puas dan bangga bisa beli sepeda motor matic, sekarang ini buruh penginnya harus mampu beli (nyicil) mobil matic....kalo gak bisa beli mobil nanti gak bisa eksis dan selfie-selfie saat touring club mobil.

Bagaimana dengan Robot (Digitalisasi dan Automatisasi) ? Robot gak akan rewel kebanyakan tuntutan, sementara untuk kualitas dan kuantitas (industri mass production) hasil produksi bisa lebih stabil, kecuali ada kerusakan sistem.
Biaya perawatan (maintenance) mungkin lebih murah dari biaya pekerja yang terpaksa di rawat inap di RS (yang biayanya ditanggung BPJS) karena kebanyakan kerja lembur. Seandainya hasil produksi yang dihasilkan mesin tersebut tidak bisa optimal lagi, mesin dan peralatan tersebut masih bisa dijual lagi dengan harga sesuai depresiasinya, lalu pengusaha bisa melakukan pengadaan mesin yang lebih canggih untuk efisiensi cost-nya. Atau apes-apesnya tuh robot (mesin) dijual kiloan yang kemuadian  hasilnya bisa dipakai sebagai DP beli mesin baru lagi.

Jika pada Revolusi Industri 3.0 digerakkan oleh profit, pada Revolusi Industri 4.0 perubahan lebih didorong karena faktor cost (biaya) dan harga (atau nilai tambah).

Mau Kerja Dimana Coba ?

Mengatakan 'Mau Kerja Dimana Coba ?' adalah merupakan pertanyaan retoris yang sebetulnya menampakkan rasa pesimis akut seperti pemikiran 'setelah lulus kuliah saya mau kerja apa'. Kasihan para orang muda ini, yang belajar dan kuliah tanpa Passion, sehingga tidak pernah yakin dengan apa yang sudah dikerjakannya. Mungkin kalo ditanya jujur, mereka sebetulnya tidak pernah ingin kuliah, bahkan mungkin shock, tak terbayangkan, ketika tahu mereka di terima di ITB. Mereka mungkin maunya cuma makan, tidur, pacaran dan terus nunggu dapat transferan dari orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani.

Saya orang Teknik, mbak...mas...teteh...akang sekalian. Dan saya tahu jadi orang teknik itu tidak mudah. Saat ditanya, dulu sekolah ambil jurusan apa, terus dijawab Teknik Mesin, orang langsung membangun asumsi bahwa seorang teknik mesin seharusnya bisa memperbaiki segala jenis mesin dari mesin ketik sampai mesin pesawat terbang. Atau jika dijawab Teknik Elektro, maka si orang Teknik Elektro seharusnya bisa menyelesaikan segala permasalahan dari mbenerin radio transistor sampai narik kabel dari tiang listrik ke dalam rumah. Nah, kalo dijawab Teknik Robotic (ada gak ya jurusan ini...😅) yang muncul di benak orang yang bertanya mungkin berharap si orang Teknik ini bisa membuat Robot seperti Autobot atau Megatron...dan itu semua adalah persepsi umum orang awam teknik. Padahal ya gak gitu-gitu amatlah...

Tapi untuk bisa survive di persaingan dunia nyata, seringkali ilmu yang didapat di bangku sekolah tidak dengan serta merta bisa teraplikasi di dunia nyata. Untuk itu diperlukan Passion, minat, kesukaan, yang akan bisa membuat kita melakukan segala hal hanya karena kita senang melakukannya....tidak berpikir untung rugi...tidak berhitung materi. Lalu...boom...sampeyan bisa survive...bahkan bisa terkenal dan memperoleh materi yang berkelimpahan. Itu yang namanya Rejeki.

Apakah sampeyan tau kalo Panji Pragiwaksono adalah lulusan ITB dan Ir. Lies Hartono yang lebih tenar dipanggil Cak Lontong itu lulusan ITS ? Mereka orang teknik yang kemudian kerja bukan di dunia Teknik. Atau Andy F. Noya yang lulusan STM tapi kemudian melanjutkan pendidikannya di IISIP kemudian jadi host yang punya program acara sendiri ?

Ketika sampeyan menginginkan sesuatu, carilah....dan ketika tidak melihat adanya peluang, maka ciptakanlah...
Jangan hanya bangga dengan sebutan Generasi Milenial tapi Pesimis menghadapi masa depan milenial. Kalau sampeyan masih tanya 'Mau Kerja Dimana Coba ?' jawabannya lakukan pekerjaan yang sampeyan bisa...bisa jadi Barista, jadi tukang gorengan online, jadi vlogger, jadi copy writter, jadi content creator dan lain-lain. Dunia ini sekarang sudah tanpa batas, jadi buat apa takut pekerjaan di rebut asing...karena sampeyan juga bisa merebut kesempatan bekerja jadi karyawan di Luar Negeri. Atau kalau sampeyan takut gak punya kerjaan karena di rebut robot, coba belajar digitalisasi dan automatisasi lalu buatlah robot sampeyan sendiri.

Salam Generasi Optimis !! 
Post Navi

Post a Comment

0 Comments

Close Menu